Depresi pascapersalinan adalah kondisi psikologis yang seringkali terjadi pada ibu setelah melahirkan. Meskipun sering diabaikan, depresi pascapersalinan dapat berdampak serius bagi kesehatan mental dan fisik ibu serta hubungannya dengan bayi yang baru lahir.
Menurut data terbaru dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), jumlah ibu yang terkena depresi pascapersalinan semakin meningkat di Amerika Serikat. Pada tahun 2021, sekitar 1 dari 8 ibu mengalami depresi pascapersalinan, atau sekitar 12% dari populasi ibu yang baru melahirkan.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi risiko terjadinya depresi pascapersalinan antara lain adalah riwayat depresi sebelumnya, stres selama kehamilan atau setelah persalinan, kurangnya dukungan sosial, serta perubahan hormon yang terjadi setelah melahirkan. Gejala depresi pascapersalinan dapat berupa perasaan sedih yang mendalam, perubahan suasana hati yang tiba-tiba, kelelahan yang berlebihan, kesulitan tidur, serta perasaan tidak mampu merawat bayi dengan baik.
Penting bagi ibu yang mengalami depresi pascapersalinan untuk segera mencari bantuan medis dan dukungan dari orang terdekat. Terapi kognitif perilaku dan obat-obatan antidepresan adalah dua bentuk pengobatan yang umumnya direkomendasikan untuk mengatasi depresi pascapersalinan.
Selain itu, penting pula bagi masyarakat dan pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mendukung ibu yang mengalami depresi pascapersalinan. Dukungan sosial yang baik, termasuk dari pasangan, keluarga, dan teman-teman, dapat membantu ibu pulih dari depresi pascapersalinan dengan lebih cepat dan efektif.
Dengan meningkatnya kesadaran dan perhatian terhadap depresi pascapersalinan, diharapkan jumlah ibu yang terkena kondisi ini dapat dikurangi dan ibu-ibu yang baru melahirkan dapat mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk pulih dengan baik dan sehat secara fisik dan mental.